IBADAH
QURBAN DAN PENGELOLAANNYA
Ahmad Asyhar Shafwan
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
1. Pengertian Qurban Dan Hukumnya
وهي ما يذبح من النعم تقربا إلى الله تعالى من
يوم عيد النحر إلى آخر أيام التشريق
Qurban (Tadhhiyah) adalah ternak
yang disembelih karena mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya nahr sampai
akhir hari tasyriq.[1]
Adapun hukumnya adalah sunat kifayah dalam satu keluarga yang berjumlah
lebih dari satu orang.[2]
Dasarnya hukumnya :
فصل لربك وانحر (الكوثر : 2 )
Maka shalatlah (hari raya) dan sembelihlah (qurban)
عن أنس رضي الله تعالى عنه قال ضحى النبي صلى
الله عليه وسلم بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده الكريمة وسمى وكبر ووضع رجله
المباركة على صفاحهما (رواه مسلم )
Dari Anas ra ia berkata bahwa Nabi saw berkurban dengan
dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya, beliau menyembelihnya
dengan tangan beliau sendiri yang mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan
meletakkan kaki beliau yang berkah diatas leher keduanya. HR. Muslim
قال صلى الله عليه
وسلم ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم وإنها
لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على
الأرض فطيبوا بها نفسا
Rasulullah saw
bersabda : Tidaklah seorang anak Adam beramal pada hari raya nahr dengan amal
yang lebih dicintai Allah Ta’ala, dibanding mengalirkan darah (hewan kurban),
dan sesungguhnya hewan kurban akan datang dihari kiamat lengkap dengan tanduk
dan kakinya, dan sesungguhnya darah (kurban) akan sampai disuatu tempat disisi
Allah sebelum darah itu jatuh diatas tanah, maka sucikanlah hatimu dengan
korban.[3]
2. Syarat-Syarat
Hewan Qurban
Hewan kurban harus berupa
ternak dari jenis onta, sapi dan kambing baik jantan maupun betina.
Hewan-hewan tadi disyaratkan
:
1.
Onta, harus berusia genap lima tahun (qamariyyah) dengan fisik tidak
cacat dan tidak sakit.
2.
Sapi, harus berusia genap dua tahun (qamariyyah) dengan
fisik tidak cacat dan tidak sakit.
3.
Kambing, harus berusia genap satu tahun (qamariyyah) atau
sudah lepas giginya (powel :jw) untuk kambing domba/kibasy dan dua tahun
(qamariyyah) atau sudah lepas giginya (powel :jw) untuk kambing kacang / jawa.
Seorang yang berkorban jika
ia laki-laki dan kuasa, sunnah menyembelih sendiri hewan korbannya, dan sunnah
menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya jika ia mewakilkan kepada orang lain.
Adapun bagi orang perempuan, maka yang lebih utama mewakilkan kepada orang
lain.
ولم تجز بينة الهزال # ومرض وعرج في الحال
وناقص الجزء كبعض أذن # أو ذنب كعور في الأعين
أو العمى
أو قطع بعض الألية # وجاز نقص قرنها والخصية
Tidak diperbolehkan hewan yang
sangat kurus, sakit, pincang, cacat bagian tubuhnya seperti sebagain telinga
atau ekornya sebagaimana pula buta sebelah matanya, buta keduanya atau terpotong
pantatnya. Diperbolehkan hewan yang cacat tandukya dan hewan yang dikebiri.[4]
3. Macam-Macam
Qurban
Dari segi hukum,
qurban terbagi menjadi dua macam :
a.
Qurban sunat, ini merupakan
hukum asal ibadah qurban, sebagaimana dijelaskan di atas.
b.
Qurban wajib, apabila
dinadzarkan atau dinyatakan melalui pernyataan kesanggupan (ja’li), misalnya
“aku jadikan binatang ternak ini sebagai qurban”.[5]
4. Qurban Atas Nama
Orang Lain Atau Mayit
Berqurban atas
nama orang lain tidak diperkenankan tanpa seizinya. Sedangkan berqurban atas
nama orang yang sudah meninggal, para fuqaha’ berbeda pendapat, ada yang berpendapat
tidak sah jika tidak mewasiatkan dan ada yang bependapat sah sekalipun tidak
mewasiatkan.
ولا يضحى احد عن حي بلا اذنه ولاعن ميت لم يوص اهـ
Tidak diperkenankan seseorang berkorban atas nama orang
hidup tanpa seizinnya dan juga atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya.[6]
(ولا)
تضحية (عن ميت لم يوص بها) لقوله تعالى "وان ليس للانسان الا ما سعي "
فان اوصى بها جاز الى ان قال وقيل تصح التضحية عن الميت وان لم يوص بها
لانها ضرب من الصدقة وهى تصح عن الميت وتنفعه اهـ
Tidak sah berkorban atas nama mayit yang tidak
mewasiatkannya, karena firman Allah swt (artinya) :”Dan sesungguhnya bagi
manusia hanyalah apa yang ia usahakan”. Jadi jika ia mewasiatkannya maka boleh sampai
ungkapan …dan dikatakan : sah berkorban atas nama mayit walaupun dia tidak
mewasiatkannya, karena berkurban merupakan bagian dari shadaqah dan shadaqah
atas nama mayit adalah sah dan dapat memberi manfaat.[7]
5. Berserikat
Antara Qurban Dan Aqiqah
Memperserikatkan
antara qurban dan aqiqah pada seekor ternak terdapat perbedaan pendapat,
menurut Imam Ibnu Hajar yang bisa hasil hanya satu dan menurut Imam Muhammad
Ramli kesemuanya bisa hasil.
(مسئلة)
لو نوي العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حج ويحصل الكل عند مر اهـ
(Persoalan) Apabila seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka
tidak hasil kecuali satu menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya
menurut Imam Muhammad Ramli.[8]
6. Pembagian Daging
Qurban
Daging kurban
wajib disedekahkan dalam keadaan mentah, dan mudhahhi boleh memakan
sebagiannya, kecuali jika kurban itu dinadzarkan, maka harus disedekahkan
keseluruhannya.
والفرض بعض اللحم لوبنزر# وكل من المندوب دون النذر
Wajib (dalam kurban sunnah)
mensedekahkan sebagian dagingnya walaupun sedikit dan makanlah dari kurban
sunnah bukan kurban nadzar.[9]
ويشترط فى اللحم ان يكون نيأ ليتصرف فيه من
يأخذه بما شاء من بيع وغيره
Disyaratkan daging kurban dibagikan dalam keadaan mentah
agar sipenerima bebas mentasarufkan dengan sekehendaknya apakah dijual atau
yang lain.[10]
Adapun yang berhak menerima daging qurban adalah orang
faqir sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an :
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ
الْفَقِيرَ
(الحج : 27 )
Maka makanlah sebagian
daripadanya dan berikanlah (sebagian yang lain) untuk dimakan orang-orang yang
sengsara lagi fakir.
Ijtihad para fuqaha’ tentang pembagian daging qurban ini
setidaknya ada tiga pendapat : (1) Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar
untuk lauk-pauk (2) Dimakan sendiri
separo dan disedekahkan separo (3) Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga
dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan. (Kifayatul Akhyar, juz 2 : 241)
Bagaimana dengan mendistribusikan daging qurban ke daerah
lain atau disalurkan kepada masyarakat yang sedang tertimpa bencana ?
(فرع)
محل التضحية بلد المضحى وفى نقل الاضحية وجهان يخرجان من نقل الزكاة والصحيح هنا
الجواز
Tempat penyembelihan qurban ditempat orang
berkorban. Dalam hal memindah qurban terdapat dua pendapat ulama yang ditakhrij
dari masalah memindah zakat, dan menurut pendapat yang shahih dalam hal qurban
adalah diperbolehkan.[11]
وقد يستعمل فيمن نزلت به نازلة دهر وان لم يكن
فقيرا
Terkadang dipergunakan (makna) dari البائس الفقير pada
orang yang tertimpa musibah bencana alam sekalipun ia bukan orang fakir.[12]
7. Wakalah Dalam
Ibadah Qurban
Ibadah Qurban merupakan salah satu ibadah yang
pelaksanaannya tidak harus dilakukan sendiri (mudlahhi), tetapi boleh
diwakilkan kepada pihak kedua, baik perseorangan maupun beberapa orang yang
terkordinir (panitia).
ويستثنى من ذلك الحج وذبح الأضاحى وتفرقة
الزكاة
Dikecualikan
dari hukum diatas (tidak bisa diwakilkan) adalah ibadah haji, menyembelih
qurban dan membagikan zakat.[13]
a. Wakil
Terkordinir
Panitia Qurban adalah sekelompok orang tertentu yang pada
umumnya dipersiapkan oleh suatu organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi
dan lain-lain), guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak mudlahhi (yang
berkorban), agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan
dagingnya.
Memperhatikan pengertian panitia diatas maka dalam
pandangan fiqh, panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi.
وفي الشرع تفويض شخص شيأ له فعله مما يقبل
النيابة الى غيره ليفعله حال حياته
Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh
seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan
yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain agar dikerjakannya diwaktu
pihak pertama masih hidup.[14]
(والوكيل امين ) لانه نائب
عن الموكل في اليد والتصرف فكانت يده كيده
Wakil
adalah pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan)
dalam kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak
muwakkil.[15]
b. Tata Cara
Penyerahan Qurban Kepada Panitia
1)
Penyerahan Berupa Hewan Qurban
Penyerahan hewan qurban kepada wanitia (wakil) haruslah
melalui pernyataan yang jelas, dalam hal status qubannya (sunat / wajib) maupun
urusan yang diserahkannya (menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya)
pada pihak ketiga. Oleh karenanya harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan)
oleh pihak mudlahhi dan penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah-terima hewan
qurbannya.
أركانها اربعة موكل
ووكيل وموكل فيه وصيغة ويكفى فيها اللفظ من احدهما وعدم الرد من الأخر كقول الموكل
وكلتك بكذا او فوضته اليك ولو بمكاتبة او مراسلة
Rukun wakalah ada empat : (1) Muwakkil (2) Wakil
(3) Muwakkal fih dan (4) shighat. Dan sudah mencukupi dalam shighat ini
pernyataan dari salah pihak dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain,
seperti ucapan muwakkil “saya wakilkan urusan ini kepadamu” atau “saya serahkan
urusan ini kepadamu”, baik melalui surat maupun utusan.[16]
Qurban sebagai ibadah memerlukan niat baik oleh pihak
mudlahhi sendiri atau diserahkannya kepada wakilnya, kecuali qurban nadzar maka
tidak ada syarat niat.
ولا يشترط فى المعينة ابتداء بالنذر النية
بخلاف المتطوع بها والواجبة بالجعل او بالتعيين عما فى الذمة فيشترط له نية عند
الذبح او عند التعيين لما يضحى به كالنية فى الزكاة وله تفويضها لمسلم مميز وان لم
يوكله فى الذبح
Tidak disyaratkan niat dalam qurban yang telah
ditentukan dengan jalan nadzar sejak permulaan. Beda halnya dengan qurban sunat
dan qurban wajib dengan jalan ja’li (pernyataan kesanggupan) atau ta’yin
(menentukan) dari apa yang dalam tanggungannya, maka disyaratkan niat ketika
menyembelih atau menentukan hewan qurbannya sebagaimana niat dalam ibadah
zakat. Boleh juga niat diserahkan kepada seorang muslim yang sudah tamyiz
sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih.[17]
2) Penyerahan
Berupa Uang Seharga Hewan Ternak
Kemauan orang dalam melakukan aktivitas sehari-harinya ingin serba
praktis, simpel dan mudah, tak terkecuali dalam urusan ibadah qurban. Sehingga
orang yang hendak ibadah qurban cukup menyerahkan sejumlah uang kepada panitia,
agar dibelikan ternak layak qurban sekaligus juga penyembelian serta pembagian
dagingnya. Dalam hal ini menurut pandangan ulama adalah boleh, sebagaimana
dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin :
في فتاوي العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي
محشي شرح ابن حجر على المختصر ما نصه سئل رحمه الله تعالى جرت عادة أهل بلد جاوى
على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة والحال أن
من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أولا أفتونا الجواب نعم يصح ذلك ويجوز
التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها ولوبغير بلد المضحي والعاق
Dalam kitab Fatawa Syekh
Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar ‘ala al-Mukhtashar, terdapat suatu
pertanyaan : Ditanyakan kepada beliau “Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa
mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Makkah
sebagai aqiqah atau qurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang
yang di aqiqahi atau qurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau
tidak ? Mohon diberikan fatwa jawabannya ! “. Ya, demikian itu sah.
Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan qurban dan aqiqah dan juga
penyembelihanya sekalipun tidak dilaksankan di negara orang yang berkorban atau
beraqiqah.[18]
c. Tugas Panitia
Qurban
Tugas pokok panitia adalah menyembelih dan membagikan
dagingnya kepada pihak yang berhak, sesuai dengan pernyataan pihak mudlahhi
saat penyerahan hewan qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun tidak
diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan di atas.
ولايملك الوكيل من التصرف الا ما يقتضيه اذن
الموكل من جهة النطق او من جهة العرف
Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharuf
melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui jalan ucapan atau
adat yang berlaku.[19]
Terkait dengan qurban
nadzar/wajib, panitia harus menjaga dagingnya jangan sampai jatuh pada orang
yang bernadzar, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya dan juga panitia
sendiri.
ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة (قوله
ولا يأكل) اى لايجوزله الأكل فان أكل شيأ غرمه (قوله المضحى ) وكذا من تلزمه نفقته
Pihak yang berkorban tidak boleh memakan sedikitpun
dari qurban yang dinadzarkan, yakni ia tidak boleh memakannya. Jika memakannya
sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti halnya pihak mudhahhi adalah
orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.[20]
(ويحرم الاكل الخ ) الى ان قال فيجب
عليه التصدق بجميعها حتى قرنها وظلفها اهـ
(Haram memakan dst) sampai
ungkapan : maka wajib atas mudhahhi mensedekahkan seluruh qurbannya hingga
tanduk dan kakinya.[21]
Oleh
karena itu, panitia sejak awal harus memilah antara qurban sunnah dan qurban
wajib, agar tidak terjadi percampuran antara keduanya. Akan tetapi apabila
pemilahan antara qurban sunnah dan nadzar/wajib menjumpai kesulitan, maka
dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari
daging yang ada, kemudian mensedekahkan sisanya kepada selain yang
bernadzar/berkorban wajib dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
افتى النووى كابن
الصلاح فيمن غصب نحو نقد او بر وخلطه بماله ولم يتميز بان له افراز قدر المغصوب
ويحل له التصرف فى الباقى
Imam Nawawi berfatwa
sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang
(dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan
tidak dapat membedakannya, bahwa baginya boleh memisahkan seukuran barang yang dighashabnya
dan halal baginya mentasarufkan sisanya.[22]
8. Menjual,
Memanfaatkan Dan Menjadikan Ongkos Sebagian Dari Qurban
Menjual/menjadikan sebagai ongkos, terhadap kulit,
kepala, kaki qurban maupun bagian badan yang lainnya oleh pihak mudlahhi maupun
wakil/panitia adalah tidak boleh, bahkan untuk qurban wajib/nadzar wajib
disedekahkan keseluruhannya dan sama sekali tidak boleh memanfaatkan semisal
kulitnya. Beda halnya dengan qurban sunat, walaupun juga tidak boleh menjual
sedikitpun, tetapi memanfaatkan semisal kulitnya masih diperbolehkan.
(قوله
ولايبيع) اى يحرم على المضحى بيع شيئ (من الاضحية ) اى من لحمها اوشعرها اوجلدها
ويحرم ايضا جعله اجرة للجزار ولوكانت الاضحية تطوعا
(Tidak boleh menjual), maksudnya haram atas mudlahhi
menjual sedikit saja (dari qurban) baik dagingnya, bulunya atau kulitnya. Haram
juga menjadikannya sebagai ongkos penyembelih walaupun qurban itu qurban sunat.[23]
ولايجوز بيع شيئ من الهدي والأضحية نذرا كان او
تطوعا
Tidak diperbolehkan menjual sedikitpun dari hewan
hadiah dan qurban, baik itu nadzar ataupun sunat.[24]
فليس له ان ينتفع بجلدها كأ ن يجعله فروة وله
اعارته كما له اجارتها اهـ
Maka tidak boleh baginya
(mudhahhi) memanfaatkan kulitnya (qurban nadzar) seperti menjadikannya untuk
wadah, namun boleh baginya meminjamkan dan menyewakannya.[25]
Dalam madzhab
Hanafi dan Hanbali, diperbolehkan menjual kulit qurban akan tetapi hasil penjualannya
wajib disedekahkan.[26]
9. Memakan Daging
Oleh Mudhahhi/Wakil
Memakan sebagian daging qurban oleh pihak mudlahhi diperbolehkan,
asalkan bukan qurban wajib/nadzar. Dan kalau qurban wajib/nadzar, yang tidak
dipebolehkan tidak hanya dia sendiri, namun termasuk orang-orang yang wajib
ditanggung nafkahnya.
ولا يأكل المضحى شيأ
من الأضحية المنذورة ويأكل من المتطوع بها
Pihak yang berkorban tidak boleh memakan sedikitpun
dari qurban yang dinadzarkan dan boleh memakannya jika korban sunat.[27]
Lihat kembali keterangan dalam Al-Bajuri juz 2 hal
300.
Bagaimana dengan wakil/panitia, bolehkan mereka mengambil
/ memakannya ?
Sesuai dengan amanat yang diterimanya dari pihak mudlahhi
yaitu menyembelih dan membagikan dagingnya, maka panitia tidak diperbolehkan
mengambil atau memakan sedikitpun daripadanya. Kemudian agar panitia bisa
mengambil sebagian daging qurban (sunnah), maka harus ada izin dari pihak
mudlahhi agar ia diperbolehkan mengambilnya dalam batas ukuran tertentu.
ولا يجوز له أخذ شيئ الأ ان عين له الموكل قدرا
منها
Tidak boleh bagi wakil (panitia) mengambil
sedikitpun, keculai pihak muwakkil sudah menentukan sekadar dari padanya untuk
pihak wakil.[28]
10.
Cara Mudah Dan Aman Dalam Pengelolaan Qurban
Dari uraian diatas, seharusnya panitia qurban sudah
memahami betul tata cara mengelola ibadah qurban, agar dalam mengemban amanah
para mudlahhi tidak terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan resiko yang tidak
ringan atas panitia sendiri.
Lalu bagaimana langkah-langkah menghindari kesalahan
dalam mengelola ibadah qurban ?
Ada tiga altertatif
yang bisa tawarkan :
·
Pada saat
penyerahan qurban, panitia mengidentifikasi antara qurban sunat dan wajib, lalu
memisahkan daging sembelihannya, agar qurban wajib pembagaiannya tidak jatuh
pada yang berberqurban dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya. Pihak
panitia dengan secara terang-terangan minta izin kepada pihak mudlahhi qurban
sunat, agar diperkenankan mengambil dagingnya, semisal untuk setiap satu
kambing 1 kg dan setiap satu sapi 3 kg.
·
Panitia
(wakil) cukup satu atau dua orang saja dan personil lainnya berstatus sebagai
pekerja (ajir), sehingga ia berhak mendapat ongkos dan pembagian qurban, sedang
yang menjadi wakil menerapkan alternatif pertama.
·
Panitia
menyepakati menunjuk satu/dua orang yang berhak menerima daging qurban, dan
diadakan kesepakatan agar setelah mereka menerima daging qurban, mereka
membagikannya kepada seluruh warga termasuk didalamnya panitia qurban itu
sendiri.
قال تعالى : فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير
ويكفى تمليكه لمسكين واحد
Maka makanlah kalian dari daging qurban dan
berikanlah makan kepada orang yang sangat membutuhkan. Dan mencukupi jika
diberikan satu orang miskin.[29]
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
[1]
Zakariyya al-Anshari, Fath al-Wahhab, vol. 2, hal. 327
[2]
Zakariyya al-Anshari, Fath al-Wahhab, vol. 2, hal. 221
[3] Muhammad
Syatha, I’anah al-Thalibin, vol. 2,hal. 330
[4] Ibnu
Ruslan, Nazham Zubad, hal. 135-136
[5]
Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab, vol. 8, hal. 275
[6] Minhaj
al-Qawim, hal. 630
[7]
Al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, vol. 4, hal. 292-293
[8] Itsmid
al-Ain, hal. 77
[9] Ibnu
Ruslan, Nazham Zubad, hal. 136
[10] Ibrahim
al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, vol. 2, hal. 302
[11]
Al-Hisni, Kifayah al-Akhyar, vol. 2, hal. 242
[12] Tafsir
al-Qurthubi, vol 12, hal. 49
[13]
Al-Hisni, Kifayah al-Akhyar, vol. 1, hal. 284
[14] Fath
al-Qarib Hamisy al-Bajuri, vol. 1, hal. 386
[15]
Hasyiyah al-Jamal, vol. 3, hal. 416
[16]
Hasyiyah al-Bajuri, vol. 1, hal. 296
[17] Ibid,.
296
[18] I’anah
al-Thalibin, vol. 2, hal. 335
[19]
Al-Muhadzdzab, vol.1, hal. 350
[20]
Al-Bajuri, vol. 2, hal. 300
[21] I’anah
al-Thalibin, vol. 2, hal. 333
[22] Fath
al-Mu’in Hamisy I’anah, vol. 1, hal. 127
[23] Al-Bajuri,
vol. 2, hal. 311
[24]
Al-Majmu’, vol. 2, hal. 150
[25]
Al-Bajuri, vol. 2, hal. 301
[26] Lihat :
Ali al-Muradi, al-Inshaf, vol.4, hal. 70 ; al-Hishni, Kifayah
al-Akhyar, hal. 701
[27] Kifayah
al-Akhyar, vol. 2, hal. 241
[28]
Al-Bajuri, vol. 1 hal. 387
[29] Fath
al-Wahhab Hamisy Hasyiyah al-Jamal, vol. 5, hal. 259